Tanggal :19 April 2024

Membangun Indonesia Dimulai Dari Smart Village Desa Kemuning

Seiring menggunakan perkembangan teknologi fakta, beberapa desa di Indonesia sudah mulai menyebarkan proyek smart village. Namun, mengingat tampaknya terdapat sedikit konvensi mengenai apa saja unsur-unsur desa pandai, banyak sekali penafsiran smart village  timbul. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk berbagi konsep smart village bagi desa-desa di Indonesia. Hasil penelitian berbagai  peneliti  dunia memperlihatkan bahwa masih ada 3 (tiga) elemen utama smart village, yakni smart government, smart community dan smart environment. Ketiga elemen itu sebagai dasar untuk mencapai tujuan pengembangan smart village berupa “smart relationship” yakni keterjalinan konstruktif yang ada berdasarkan rekanan ketiga elemen smart village tersebut. Dengan demikian, sinergitas yang berbasis pemanfaatan teknologi fakta akan bisa menaikkan kesejahteraan warga desa. 


Meskipun belum terdapat satu kesepahaman tentang konsep smart village, namun secara generik suatu desa bisa dikatakan smart village jika desa tadi secara inovatif memakai teknologi informasi  untuk mencapai peningkatan kualitas hidup, efisiensi dan daya saing pada aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (Munir, 2017; Ramesh, 2018). Dalam praktiknya, pemahaman tadi diinterpretasikan secara berbeda-beda.  Desa-desa tersebut merupakan bukti adanya upaya untuk berbagi potensi desa menurut kemampuannya masing-masing. Namun, jika dipandang pada konteks smart village, belum terdapat kesepahaman misalnya apa idealnya konsep “cerdas” apabila dilekatkan menggunakan desa. Sebuah konsep smart village yang tidak hanya sanggup menerapkan penggunaan teknologi informasi, namun pula sanggup menyebarkan potensi desa, mempertinggi ekonomi dan menciptakan kualitas hidup warga  yang berkualitas berbasis pada pemanfaatan teknologi informasi.

Dilihat berdasarkan perkembangan teknologi informasi, konsep smart village tidak hanya mampu dilepaskan berdasarkan perkembangan konsep smart city. Hal ini berdasarkan pada alasan bahwa desa menjadi unit pemerintahan terendah pada struktur pemerintahan Indonesia memerlukan pembaharuan dan adopsi terhadap perkembangan teknologi informasi, sebagai akibatnya menerapkan teknologi informasi akan mendorong akselerasi pengembangan smart city yang tengah dilaksanakan (Aditama, 2018; Badri, 2016; Mayoan, 2016). Jika dipandang pada konteks karakter pembangunan, desa mempunyai pola pembangunan yang berbeda  dengan kota. Desa adalah kesatuan unit berdasarkan suatu entitas rakyat yang mempunyai karakter dan tradisi yang spesial   pada mana masyarakatnya sebagai bagian terdepan dan penggerak utama pembangunan sebagai akibatnya desa diasosiasikan menjadi kesatuan rakyat hukum (Rauf, 2016; Salim, 2016; Suparman, 2016). Desa juga adalah kesatuan homogenitas rakyat yang sederhana menggunakan mata pencaharian homogen (Purwanto, 2004; Sulistiyono, Surwanto, & Rindarjono, 2015).

Berbeda dengan pengembangan smart city, pengembangan smart village wajib  dipahami sebagai syarat yang menandakan adanya dorongan bottom up, yaitu berdasarkan warga  untuk lebih sanggup menggali potensi dan menaikkan kapasitas yang dimilikinya. Keinginan tadi lalu didorong pemerintah desa untuk menaruh pelatihan dan pemberdayaan dan mewujudkan peningkatan kesejahteraan serta kualitas hidup warga. Dari pemahaman tadi, maka pengembangan smart village didasarkan  pada pendekatan menurut bawah “bottom-up” atas prakarsa dan impian warga , sebagai akibatnya adanya penguatan kelembagaan buat menaikkan kesejahteraan dan kualitas hidup warga  yang dilakukan pemerintah desa melalui pelatihan dan pemberdayaan warga  menggunakan pemanfaatan teknologi informasi sepenuhnya dilakukan pada kapasitas pemerintah menjadi fasilitator.

Dengan begitu, maka target warga  yang dituju jelas adalah kategori warga  menengah, miskin dan belum terberdayakan, sebagai akibatnya pengembangan teknologi informasi sanggup mendorong grup warga  tadi mencapai peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup.

Adapun hasil yang didapatkan menurut sinergi antara warga dan lingkungan pada konteks pengembangan smart village, yaitu adanya pemanfaatan teknologi informasi warga  yang ditunjukan buat mendorong pelestarian dan pengembangan lingkungan pedesaan yang berkesinambungan dan berkelanjutan. Pengembangan smart village dalam konteks desa-desa di Indonesia perlu ditingkatkan, meskipun pengembangan smart city lebih banyak dilakukan, namun smart village wajib  dikonstruksikan secara berbeda. 


Smart village wajib  dipahami menjadi upaya pemberdayaan, penguatan kelembagaan, dan peningkatan kesejahteraan warga  pedesaan yang didasarkan  atas pemanfaatan teknologi warta. Hal ini didasarkan  pada empiris bahwa pengembangan smart village dihadapkan pada lokalitas nilai, tradisi, dan budaya yang terdapat pada desa. Lokalitas tadi wajib  diakomodasi, dipertahankan, dan dikembangkan didasarkan  pada pemanfaatan teknologi informasi yang sejalan menggunakan peningkatan kualitas hidup warga  dan kemajuan desa.

Sumber : radarsolo.jawapos.com, Kantor Desa Kemuning

Desa Kemuning adalah salah satu desa percontohan smart village yang ada di Indonesia selain desa Pangandaran. Desa Kemuning tereletak di Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah yang merupakan satu dari sembilan desa di Kecamatan Ngargoyoso. Kecamatan Ngargoyoso terkenal dengan perkebunan teh peninggalan penjajahan Belanda.

Sumber : puasmanagement.com, Wisata Paralayang Kemuning.

Wisata pendukung yang terdapat di Kecamatan Ngargoyoso antara lain Paralayang, Lapangan Perkemahan Gadungan, dan Candi Cetho, Kampung Karet, Air Terjun Jumog, Air Terjun Parang Ijo, Agrowisata Pembibitan Sayur, Candi Sukuh, Bumi Perkemahan Segoro Gunung, serta view perkebunan dan pegunungan. Pada dasarnya masyarakat Kemuning menyadari akan potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki, hal ini dapat dilihat dari yang telah dicetuskan baik dari kelurahan maupun komunitas, masyarakat sadar akan wisata dan potensi Desa Kemuning. Namun semua belum tertata dan terkendali karena belum ada penanganan terhadap masyarakat secara intensif.

Sumber : www.jejakpiknik.com, Kebun Teh Kemuning

Dilihat dari potensi utamanya yaitu teh, kawasan ini dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata minat khusus terutama pengembangan dan wisata teh seperti halnya kawasan wisata minat khusus lainnya seperti Kampoeng Batik Laweyan Surakarta dengan wisata minat khusus pembuatan batik, budaya dan sejarah, Kampung Kauman Yogyakarta sebagai wisata minat khusus religi dan sejarah, Kampung Naga Tasik Malaya, Jabar sebagai wisata minat khusus budaya masyarakat, Kampung Sasak Sade Lombok Tengah sebagai wisata minat khusus budaya dan sejarah, Desa Grogol dan desa Sangu Banyu Yogyakarta sebagai wisata minat khusus agro, Tana Toraja Sulawesi sebagai wisata minat khusus adat, budaya dan sejarah, Wae Rebo NTT sebagai wisata minat khusus adat budaya dan masih banyak lagi baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dan beberapa daerah tersebut pun mendapatkan pujian dari Wamendes PDTT Budi Arie Setiadi bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo Gubernur dan Kepala KSP Moeldoko karena mampu untuk mewujudkan kreatifitas ini dan tidak hanya di sektor ini saja, mereka juga mampu mewujudkan seluruh proses kehidupan di desa mulai dari E-Goverment, E-Learning, E-Healthy, E-Comerce dan seluruh kegiatan dan ekosistem digital lainnya.

Referensi:

  1. Aditama, R. “Penerapan Konsep Smart Governance Pada Smart Village.” Diakses pada 7 september 2021. https://kumparan.com/royan-aditama/penerapan-konsep-smart-governance-pada-smart-village1522820469658 Agusta, Ivanovich. “Indonesia dalam Pertautan Budaya Pembangunan dan Budaya Warga Desa.” Wacana 9, no. 2 (2007): 135-153. 
  2. Andari, Rosita Novi, and Susy Ella. “Developing A Smart Rural Model for Rural Area Development in Indonesia.” Jurnal Borneo Administrator 15, no. 1 (2019): 41-58. 
  3. Andhika, Lesmana Rian. “Meningkatkan Kepercayaan Publik Terhadap Pemerintah Melalui Redesain Proses Kebijakan.” Jurnal Ilmu Pemerintahan: Kajian Ilmu Pemerintahan dan Politik Daerah 3, no. 1 (2018): 24-42.
  4. Munir, D. “SMART VILLAGE: Desa Maju, Desa Bahagia.” APEKSI: Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia, 2017. 
  5. Nazaruddin, A. “Loram Wetan Desa Cerdas Kedua di Indonesia.” Antaranews.Com. 
  6. Purwanto, S. A. “Mencari Alternatif Mata Pencaharian Lokal: Kontribusi Metodologis Untuk Praktis Pengembangan Komunitas.” Jurnal Analisis Sosial, 9, no. 3 (2004): 127–142.
  7. Ramesh, B. “Concept of Smart Village and its Impact on Urbanization.” International Journal of Trend in Scientific Research and Development 2, no. 3 (2018): 1948–1950
  8. Rauf, Muhammad A. “Politik Hukum Pembentukan Desa Adat Dalam Sistem Pemerintahan di Indonesia.” Jurnal De Lega Lata 1, no. 2 (2016): 413-429.
  9. Salim, Munir. “Adat Sebagai Budaya Kearifan Lokal untuk Memperkuat Eksistensi Adat ke Depa.” Al Daulah: Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan 5, no. 2 (2016): 244-255.
Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »