Tanggal :25 April 2024

Fintech Indonesia Belum Variatif

Jakarta, Smartnation.id – Industri Fintech di Indonesia telah berkembang dengan pesat. Fintech atau Financial Technology sendiri adalah sebuah industri baru yang di dalamnya terdiri dari perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan teknologi untuk membuat layanan keuangan yang lebih efisien. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Indonesia membagi jenis layanan dari Fintech menjadi tiga jenis, yaitu Peer to Peer Lending (P2P Lending), Payment Aggregator, dan Crowdfunding. Sedangkan Bank Indonesia mencatat sekurang-kurangnya terdapat 96 perusahaan Fintech yang beroperasi di Indonesia. Namun sayangnya dari jumlah tersebut, 56% nya bergerak di bidang payment. Artinya Fintech di Indonesia masih terfokus pada layanan pembayaran. Sedangkan peluang Fintech di luar layanan pembayaran masih sangat luas.

Di samping itu, penggunaan layanan Fintech di Indonesia pun masih sangat kecil bila dibanding negara lain. Pada tahun 2014, Statista mencatat nominal transaksi per kapita di Indonesia adalah sebesar 56,98 US Dollar. Masih jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan negara Singapura yang nomimal transaksi per kapita-nya telah mencapai 1.937,94 US Dollar. Sedangkan nilai nominal transaksi per kapita menggunakan Fintech terbesar tercatat terdapat di Inggris yang memiliki angka mencapai 2.610,01 US Dollar. Sedangkan di negara Amerika Serikat sendiri nilai tersebut telah mencapai 2.412,68 US Dollar, dimana Amerika juga tercatat sebagai negara dengan nilai investasi Fintech terbesar di dunia dengan nilai investasi di tahun 2015 mencapai 31,6 milyar US Dollar menurut data yang dikeluarkan oleh LondonFintechWeek.

Kendala utama bagi Fintech yang terjadi di Indonesia adalah masalah budaya.  Dalam seminar yang bertajuk “Kompetisi dan Kolaborasi Perbankan dan Fintech di Era Digital”,  Deputi Direktur Program Elektronifikasi dan Keuangan Inklusif Bank Indonesia (BI) Ricky Satria mengungkapkan, pada umumnya masyarakat Indonesia masih belum bisa percaya dengan transaksi keuangan yang terjadi secara virtual dimana tidak ada uang fisik yang terlihat (25/8). Dalam kesempatan yang sama, CEO Citiasia Inc. Farid Subkhan mengatakan bahwa sebuah layanan yang diberikan oleh Fintech harus memenuhi tiga syarat utama, yaitu Ease, Me, dan Free. Maksudnya adalah mudah digunakan, sesuai dengan karakter penggunanya, dan sebisa mungkin murah atau tanpa biaya yang bermacam-macam. (FK)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Translate »